Kenangan Westminster dari John Bercow

Dzul
3 min readNov 9, 2019

--

Rapat dengar pendapat dengan Perdana Menteri Inggris (Prime Minister’s Question atau PMQ) pada 31 Oktober berbeda dengan biasanya. John Bercow, ketua parlemen (Speaker) saat itu, memimpin PMQ untuk yang terakhir baginya setelah menjabat selama satu dekade.

Ketua parlemen bertugas untuk memastikan agar Majelis Rendah (House of Commons) tidak gaduh. Tugas ini menjadi semakin berat ketika perdebatan tentang perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) mendorong perselisihan bukan hanya lintas partai, tapi juga di dalam partai, termasuk partai Bercow sendiri, Partai Konservatif.

Untuk menertibkan para anggota parlemen, dengan nada khasnya, Bercow akan berseru:

Order! Order!

Mundurnya Bercow mengembalikan kenangan saya saat mengunjungi Palace of Westminster, istana di mana para anggota parlemen memperdebatkan kebijakan publik.

Bersama dengan empat teman lainnya dari Universitas Diponegoro, kami bertolak ke London dengan penerbangan langsung dari Jakarta pada 15 Februari 2018. Kami pergi untuk berpartisipasi dalam London International Model United Nations, sebuah kompetisi simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, di Imperial College London.

Saya mengunjungi Palace of Westminster pada hari terakhir saya di London, Rabu, 28 Februari, ketika salju sedang turun dan menyelimuti kota itu.

Kunjungan ini berawal dari keinginan saya untuk menyaksikan PMQ dari Public Gallery di Majelis Rendah. Dan tak ada waktu lain yang lebih tepat untuk mengunjungi parlemen karena PMQ diadakan setiap hari Rabu pukul 12 siang waktu setempat.

Pada siang itu pengunjung parlemen terlihat cukup banyak menilai dari panjangnya antrean masuk. Saya terpaksa mengantre di ruang terbuka. Rasanya kurang nyaman karena mantel saya menjadi basah akibat salju.

Para pengunjung mengantre untuk masuk ke Palace of Westminster, dekat patung Oliver Cromwell, 28 Februari 2018. (Foto: Dzulfiqar Fathur Rahman)

Sebelum membuka majelis, ketua parlemen biasanya menjalani sebuah agenda seremonial yang disebut sebagai Speaker’s Procession. Dia akan berangkat dari kediamannya menuju ke kamar majelisnya melewati Library Corridor, Lower Waiting Hall, Central Lobby dan Members’ Lobby.

Para pengunjung berkesempatan untuk menyaksikan sebagian dari prosesi ini di Central Lobby.

Suasana di depan pintu masuk Central Lobby, Palace of Westminster, sebelum Speaker’s Procession, 28 Februari 2018. (Foto: Dzulfiqar Fathur Rahman)

Saya melihat Bercow memasuki Central Lobby, berjalan perlahan menuju kamar Majelis Rendah di mana dia akan memimpin PMQ siang itu.

Ada beberapa petugas yang mengawal Bercow selama prosesi. Mereka adalah penjaga ketertiban (Serjeant at Arms) yang membawa gada seremonial (mace), pendeta (Chaplain) dan sekretaris, serta petugas-petugas yang disebut doorkeeper dan trainbearer.

Begitu Bercow memasuki Central Lobby, para polisi penjaga berseru: “Hats off, Strangers!

Prosesi seremonial ini sangat mengesankan. Sarat dengan budaya dan tradisi. Sayangnya, begitu saya ingin mengeluarkan telepon genggam untuk dokumentasi, salah satu polisi penjaga mengingatkan saya bahwa saya tidak boleh mengambil gambar.

Ketua parlemen, John Bercow (tengah), berjalan di Central Lobby saat Speaker’s Procession, 4 Juni 2014. (Foto: parlemen Inggris/Jessica Taylor)

Tak bisa mendokumentasikan Bercow saat prosesi ketua parlemen tidak mengurungkan niat saya untuk tetap menyaksikan PMQ.

Saya berharap untuk menikmati pertukaran retorika soal, katakanlah, Brexit antara Theresa May, Perdana Menteri Inggris saat itu yang berasal dari Partai Konservatif, dan Jeremy Corbyn, pemimpin oposisi dari Partai Buruh.

Karena tanpa tiket, saya harus duduk di koridor untuk mengantre.

Setelah 10 menit, saya bertanya kepada dua perempuan yang duduk di samping saya apakah kami mungkin mendapat kursi di Public Gallery siang itu. Mereka juga tidak tahu.

Setelah menunggu 20 menit, saya masih belum dapat kursi.

Akhirnya, saya memutuskan untuk pergi ke toko parlemen untuk membeli oleh-oleh bergambar lambang parlemen Inggris, yang juga dikenal sebagai Crowned Portcullis.

Dari toko parlemen, saya berjalan menuju sebuah swalayan untuk membeli roti berlapis dan segelas cokelat panas. Lalu saya menaiki kereta bawah tanah (Tube) dan meninggalkan Westminster.

Rasanya ada yang mengganjal ketika pergi dari istana yang menjadi kiblat banyak parlemen itu—orang-orang menyebutnya sebagai mother of parliaments.

Walaupun gagal menikmati agenda Majelis Rendah siang itu, Bercow adalah salah satu “memento” untuk kunjungan saya ke London.

--

--